Salah satu yang wajib dikuasai oleh seorang fasilitator atau para aktivis yang bergerak dalam pemberdayaan masyarakat adalah keterampilan politik (political skills). Bahkan keterampilan ini bukan hanya wajib bagi profesi fasilitator saja, akan tetapi keterampilan ini wajib juga dikuasai oleh kita yang berperan sebagai seorang manajer, pimpinan organisasi, direktur perusahaan, anggota partai politik atau bahkan pejabat publik.
Keterampilan politik yang saya maksud adalah keterampilan dalam 2 hal, yakni:
1. Propaganda
2. Manajemen Konflik
Saya belum akan menguraikannya secara rinci, melainkan baru dalam bentuk poin-poin.
Propaganda terdiri dari 2 sub keterampilan, yakni:
1. Provokasi (Pemicuan)
2. Sosialisasi (Promosi/iklan)
1. Provokasi
Keterampilan provokasi merupakan bagian dari keterampilan dalam bidang komunikasi. Provokasi itu sendiri dapat terdiri dari komunikasi yang bertujuan :
a. memancing (memicu)
b. mempermalukan
c. menjelek-jelekan
d. menghina
e. menantang
f. mengacaukan
Kegiatan provokasi perlu dirancang sebaik mungkin untuk mendapatkan efek yang maksimal. Perlu ditetapkan hal-hal sebagai berikut :
a. What effect do we want?
b. How?
c. What to say?
d. to Whom?
e. in Which channel?
Effect yang kita inginkan biasanya berupa :
a. dukungan publik
b. kepercayaan publik
c. pembenaran publik
d. legalitas publik
e. simpati politik
f. penerimaan publik
Sehingga sebagai seorang fasilitator, aktivitis atau pemimpin, kita harus mengetahui dengan pasti, efek apa yang kita inginkan dari publik? apa dan bagaimana kita mengatakannya? saluran atau media apa yang bisa kita manfaatkan?
Agar terjadi suatu perubahan, maka kita perlu melakukan provokasi. Upaya ini dapat mulai dari kegiatan pemicuan (memancing) reaksi publik. Lalu jika reaksinya kurang sesuai dengan yang kita harapkan, setahap demi setahap kita bisa meningkatkan intensitasnya dengan kegiatan mempermalukan, menjelek-jelekan, menghina, menantang dan akhirnya membuat kekacauan.
Dalam keadaan kacau itulah biasanya terjadi perubahan sedikit demi sedikit dan makin lama semakin besar atau semakin banyak perubahan yang terjadi.
2. Sosialisasi
Keterampilan sosialisasi secara umum dikenal dengan keterampilan promosi. Ini merupakan kegiatan dalam hal menyebarluaskan informasi dan iklan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, kegiatan sosialisasi ini perlu direncanakan dengan matang.
Kegiatan sosialisasi ini biasanya berjalan secara simultan dengan kegiatan provokasi. Dalam kegiatan ini yang dilakukan adalah mengkomunikasi hal-hal yang ingin kita sampaikan ke publik (komunikan). Hal-hal itulah yang kita rancang pesannya, disainnya dan medianya.
Beberapa contoh jargon kalimat yang sering digunakan dalam propaganda.
- musuh bersama
- persatuan umat
- pemecah belah umat
- merugikan masyarakat
- kepentingan kelompok tertentu
- pro rakyat
- melukai perasaan masyarakat
- melanggengkan perilaku negatif
- melegalkan penyimpangan
Keterampilan Manajemen Konflik, sementara dapat dibaca dalam artikel yang ditulis dua artikel berikut ini.
Strategi
Penyelesaian Konflik
DEFINISI KONFLIK
Konflik dapat berupa
perselisihan
(disagreement), adanya ketegangan
(the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara
dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antara kedua belah pihak, sampai
kepada tahap di mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang dan
pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.
Subtantive conflicts
merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan
kelompok, pengalokasian sumber daya dalam
suatu organisasi, distribusi kebijaksanaan dan prosedur, dan pembagian jabatan
pekerjaan.
Emotional conflicts
terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan
penolakan, serta adanya pertentangan antar pribadi (personality clashes).
Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang
diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi. Definisi lain yaitu sikap
saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang
memiliki tujuan dan
pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga mereka
berada dalam posisi
oposisi, bukan kerjasama
STRATEGI
PENYELESAIAN KONFLIK
Pendekatan
penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah
kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam
dimensi tersebut ada 5
macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :
5
Penyelesaian Konflik :
·
Menghindar
·
Akomodasi
·
Kompetisi (Pembuktian)
·
Kompromi (Negosiasi)
·
Kolaborasi (saling dukung)
|
Menghindari konflik dapat
dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau
jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan
ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak
yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat
didalam konflik dapat menepiskan
isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk
memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”
2. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi
pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal
ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka
untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat
mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat
yang pertama.
3. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa
anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang
lainnya atau ketika anda tidak
ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu
konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan
keamanan.(Pesan yang disampaikan: ayo kita buktikan, siapa yang
benar!-red)
4. Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang
bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua
pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
5. Memecahkan
Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana individu
yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.Perlu adanya satu komitmen dari
semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.
Mengendalikan konflik berarti
menjaga tingkat (intensitas) konflik yang kondusif bagi perkembangan
organisasi sehingga dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan dinamika
organisasi yang optimal. Namun bila konflik telah terlalu besar dan
disfungsional, maka konflik perlu diturunkan intensitasnya, antara lain dengan
cara :
Cara Menurunkan
intensitas Konflik :
·
Menciptakan tujuan bersama
·
Membangun kerjasama yang sinergis
·
Membahas sebab-sebab konflik
·
Memahami pandangan dan kepentingan satu sama
lain
|
Meminimalkan kondisi
ketidak-tergantungan. Menghindari terjadinya eksklusivisme diatara unit-unit
kerja melalui kerjasama
yang sinergis serta membentuk koordinator dari dua atau lebih unit
kerja.
Memperbesar
sumber-sumber organisasi seperti : menambah fasilitas kerja, tenaga serta
anggaran sehingga mencukupi kebutuhan semua unit kerja.
Membentuk forum
bersama untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah bersama. Pihak-pihak yang
berselisih membahas
sebab-sebab konflik dan memecahkan permasalahannya atas dasar kepentingan yang sama.
Membentuk sistem
banding, dimana konflik diselesaikan melalui saluran banding yang akan
mendengarkan dan membuat keputusan.
Pelembagaan
kewenangan formal, sehingga wewenang yang dimiliki oleh atasan atas pihak-pihak
yang berkonflik dapat mengambil keputusan untuk menyelesaikan perselisihan.
Meningkatkan
intensitas interaksi antar unit-unit kerja, dengan demikian diharapkan makin
sering pihak-pihak berkomunikasi dan berinteraksi, makin besar pula kemungkinan
untuk memahami kepentingan
satu sama lain sehingga dapat mempermudah kerjasama.
Me-redesign kriteria
evaluasi dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran prestasi yang dianggap adil
dan acceptable dalam menilai kemampuan, promosi dan balas jasa.
Metode Penyelesaian
Konflik
Ada tiga metode penyelesaian
konflik yang sering digunakan, yaitu dominasi atau penekanan, kompromi, dan
pemecahan masalah integratif.
- Dominasi atau penekanan. Dominasi atau penekanan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
- Kekerasan (forcing) yang bersifat penekanan otokratik.
- Penenangan (smoothing), merupakan cara yang lebih diplomatis.
- Penghindaran (avoidance) dimana manajer menghindar untuk mengambil posisi yang tegas.
Aturan mayoritas
(majority rule), mencoba untuk menyelesaikan konflik antar kelompok dengan
melakukan pemungutan suara (voting) melalui prosedur yang adil.
- Kompromi. Manajer mencoba menyelesaikan konflik melalui pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak yang bertikai.
- Problem Solving. Pemecahan masalah secara integratif.
TINGKAT KONFLIK
(LEVELS OF CONFLICT)
Konflik yang timbul dalam suatu
lingkungan pekerjaan dapat dibagi dalam
empat tingkatan:
Konflik dalam diri individu itu
sendiri
Konflik dalam diri seseorang dapat timbul jika
terjadi kasus overload jitu dimana ia dibebani dengan tanggung jawab pekerjaan
yang terlalu banyak, dan dapat pula terjadi ketika dihadapkan kepada suatu
titik dimana ia harus membuat keputusan yang melibatkan pemilihan alternatif
yang terbaik. Perspektif di bawah ini mengidentifikasikan empat episode
konflik, dikutip dari tulisan Thomas V. Banoma dan Gerald Zaltman dalam buku
Psychology for Management:
1. Appriach-approach conflict, yaitu situasi
dimana seseorang harus memilih salah satu di antara beberapa alternatif yang
sarna baiknya.
2. Avoidance-avoidance conflict, yaitu
keadaan dimana seseorang terpaksa memilih salah satu di antara beberapa
alternatif tujuan yang sama buruknya.
3. Approach-avoidance conflict, merupakan
suatu situasi dimana seseorang terdorong oleh keinginan yang kuat untuk
mencapai satu tujuan, tetapi di sisi lain secara simultan selalu terhalang dari
tujuan tersebut oleh aspek-aspek tidak menguntungkan yang tidak bisa lepas dari
proses pencapaian tujuan itu sendiri.
4. Multiple aproach-avoidance conflict,
yaitu suatu situasi dimana seseorang terpaksa dihadapkan pada kasus kombinasi
ganda dari approach-avoidance conflict.
Konflik interpersonal,
yang merupakan konflik antara satu individual dengan individual yang lain.
Konflik interpersonal dapat berbentuk substantive maupun emotional, bahkan
merupakan kasus utama dari konflik yang dihadapi oleh para manajer dalam hal
hubungan interpersonal sebagai bagian dari tugas manajerial itu sendiri
Konflik intergrup
Konflik intergrup merupakan hal yang tidak
asing lagi bagi organisasi manapun, dan konflik ini meyebabkan sulitnya
koordinasi dan integrasi dari kegiatan yang berkaitan dengan tugas-tugas dan
pekerjaan. Dalam setiap kasus, hubungan integrup harus di-manage sebaik mungkin
untuk mempertahankan kolaborasi dan menghindari semua konsekuensidisfungsional
dari setiap konflik yang mungkin timbul.
Konflik interorganisasi
Konflik ini sering dikaitkan dengan persaingan
yang timbul di antara perusahaan-perusahaan swasta. Konflik interorganisasi
sebenarnya berkaitan dengan isu yang lebih besar lagi, contohnya persetisihan
antara serikat buruh dengan perusahaan. Dalam setiap kasus, potensi terjadinya
konflik melibatkan individual yang mewakili organisasi secara keseluruhan,
bukan hanya subunit internal atau group
FAKTOR PENYEBAB
KONFLIK
1. Perbedaan
individu yang meliputi perbedaan
pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik.
Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu
dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau
lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam
menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika
berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi
ada pula yang merasa terhibur.
2. Perbedaan latar
belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang
sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian
kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan
menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3. Perbedaan kepentingan
antara individu atau kelompok. Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun
latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang
bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk
tujuan yang berbeda-beda.
4. Perubahan-perubahan nilai
yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim
dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan
mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya,
pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak
akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat
tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi
nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti
menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis
pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang
disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis
dan nilai-nilai tentang pemanfaatan
waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas
seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan
ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan
proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan
terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan
masyarakat yang telah ada.
Asumsi setiap orang
memiliki kecenderungan tertentu dalam menangani konflik.
Terdapat 5
kecenderungan:
Penolakan: konflik
menyebabkan tidak nyaman
Kompetisi: konflik
memunculkan pemenang
Kompromi: ada
kompromi & negosiasi dalam konflik untuk meminimalisasi kerugian
Akomodasi: ada
pengorbanan tujuan pribadi untuk mempertahankan hubungan
Kolaborasi:
mementingkan dukungan & kesadaran pihak lain untuk bekerja bersama-sama.
Sumber :
Teori dan
Manajemen Konflik
Konflik dalam
keseharian kita kini tak terhindarkan, ditambah lagi pelaku konflik yang tidak
hanya menyangkut orang per orangan melainkan menjadi kelompok per kelompok
maupun negara ke negara lainnya. Manajemen konflik menjadi sangat penting untuk
dipahami oleh anda, dikarenakan penengah diperlukan dalam suatu konflik untuk
menyelesaikannya.
Maka dari itu
pentingnya kita mengenali Teori dan Manajemen Konflik yang dapat menjadi
landasan maupun pegangan kita sebagai penengah konflik. Simak materi berikut :
Definisi Manajemen
Konflik
Manajemen konflik
merupakan serangkaian aksi
dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik.
Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada
bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar
dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi.
Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang
diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini
karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan
terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan
langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka
mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau
tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau
agresif.
Manajemen konflik
dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah
(dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak
ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik
menunjuk pada pola
komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka
mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Fisher dkk (2001:7)
menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan
situasi secara keseluruhan.
* Pencegahan
Konflik, bertujuan untuk mencegah
timbulnya konflik yang keras.
* Penyelesaian
Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai.
* Pengelolaan
Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku
positif bagi pihak-pihak yang terlibat.
* Resolusi Konflik,
menangani sebab-sebab
konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama
diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
* Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik
sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari
peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.
Tahapan-tahapan
diatas merupakan satu
kesatuan yang harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga
masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan
konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik.
Sementara Minnery
(1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya
dengan perencanaan kota merupakan proses.
Minnery (1980:220)
juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan
bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model
manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan
sampai mencapai model yang representatif dan ideal.
Sama halnya dengan
proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik
perencanaan kota meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan
konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan
struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan
proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola
konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga
dalam mengelola konflik.
Keseluruhan proses
tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan melibatkan perencana
sebagai aktor yang
mengelola konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga.
Teori-teori Konflik
Teori-teori utama
mengenai sebab-sebab
konflik, dan sasarannya antara lain :
a. Teori hubungan
masyarakat
Menganggap bahwa
konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan
permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
Sasaran: meningkatkan komunikasi dan
saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi
dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya.
b. Teori kebutuhan manusia
Menganggap bahwa
konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan
sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti
pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi.
Sasaran: mengidentifikasi dan
mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta
menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.
c. Teori negosiasi
prinsip
Menganggap bahwa
konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan
pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
Sasaran: membantu
pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah
dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan
mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan
yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
d. Teori identitas
Berasumsi bahwa
konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada
hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
Sasaran: melalui
fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik,
sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut
dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
e. Teori kesalahpahaman antarbudaya
Berasumsi bahwa
konflik disebabkan oleh ketidakcocokan
dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.
Sasaran: menambah
pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi
streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan
keefektifan komunikasi antarbudaya.
f. Teori
transformasi konflik
Berasumsi bahwa
konflik disebabkan oleh masalah-masalah
ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial,
budaya dan ekonomi.
Sasaran: mengubah
struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan
termasuk kesenjangan
ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antar
pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan,
perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.
Setelah memahami
Teori dan Manajemen Konflik ini maka anda memiliki landasan untuk menjadi penengah, paling
tidak anda dapat menjadi penengah di tengah masyarakat dan lingkungan anda.